Beberapa Catatan Yang Ada Pada Pemilu 2024
Pemilu tahun 2024 mendapat catatan yang serius. Catatan yang menjadi perhatian banyak orang. Tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya. Mungkin karena semakin rumitnya pemilu di era ini atau ada faktor lain. Perlu ada penelitian oleh kaum intelektual. Apa saja yang menjadicatatan dan perhatian?
Pertama-tama saat pra pemilu. Pra pemilu diiringi ceritera pecah dagang antara PDIP dengan keluarga Presiden. Dua anak dan satu menantu presiden tidak mendukung calon presiden yang di usung oleh PDIP. Padahal PDIP adalah partai yang merekomendasikan dan mendukung satu anak presiden dan satu menantunya untuk berjuang mendapatkan wali kota di daerahnya masing-masing. Pecahkan koalisi pendukung pemerintahan presiden dimana Nasdem yang dikomandoi Surya Paloh mencalonkan Anies Rasyid Baswedan.
Kisah lainnya Kaesang Pangarep yang adalah anak presiden Jokowi dalam tempo singkat bergabung dengan partai Solidaritas Indonesia. Dari seorang anggota menjadi ketua Partai kontestan Pemilu 2024.
Kedua adanya pengabulan tuntutan ke MK(Mahkamah Konsitusi) untuk usia calon wakil presiden dari usia 40 tahun berubah menjadi 36 tahun. Dampak keputusan MK tersebut selain lolosnya Gibran sebagai calon wakil presiden juga diberhentikannya ketua MK. Hal ini dianggap melanggar kode etik. Buah dari keputusan itu maka kata " Etika" menjadi kata yang terus didengungkan oleh beberapa kampus ternama.
Ketiga pro- kontra pejabat negara khususnya presiden yang harusnya netral ke semua Paslon untuk boleh memihak, mendukung kepada salah satu paslon. Nyatanya presiden Jokowi sendiri tidak melakukan kampanye atau memberikan dukungan kepada salah satu Paslon.
Keempat adanya penghentian rekapitulasi suara Pemilu 2024 di sebagian kecamatan oleh KPU dari tanggal 18-19 Februari 2024. Hal ini dilakukan oleh KPU untuk memberikan waktu kepada jajaran KPU melakukan sinkronisasi Sirekap(Sinkronisasi data Sistem Informasi Rekapitulasi). Tentu saja keputusan KPU yang demikian akan menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat. Mengingat belum pernah terjadi dalam sejarah Pemilu di Indonesia hal yang seperti ini.
Kelima ketidaksingkronan suara. PDIP misalnya berdasarkan" Quick count" mendapatkan suara terbanyak namun kalah di pemilihan presiden. Sedangkan suara partai Gerindra kalah dari PDIP namun memenangkan pemilihan Presiden. Khusus untuk Gerindra sekalipun kalah namun memenangkan pemilihan presiden diakibatkan efek Jokowi. Para pemilih Jokowi mengalihkan dukungannya kepada Prabowo dan kuatnya dukungan partai koalisi yang tergabung dengan Gerindra. Partai pengusung sama-sama mengusung Prabowo dengan Gibran.
Keenam adanya janji-janji paslon saat berkampanye kepada pemilihnya. Jika di cermati ada janji-janji yang tidak realistis. Jika itu diwujudkan akan menguras keuangan negara. Tetapi namanya juga kampanye untuk mempengaruhi para pemilih apapun diobral.
Inilah catatan yang ada. Dan penghitungan suara masih terus dilakukan. Berharap semua berjalan dengan baik. KPU dan Bawaslu tetap bekerja secara profesional. Masyarakat yang berkepentingan memberikan pengawasan. Jika tidak, akan menjadi catatan buruk dalam sejarah pemilu di Indonesia. Bahkan mungkin saja ada penolakan dari kelompok tertentu yang merasa curiga dan di rugikan. Jika terjadi akan menimbulkan dampak yang besar. Tentu saja hal ini tidak kita kehendaki bersama. Mengingat harga kebutuhan pokok berupa beras semakin tinggi saja harganya.