Kesamaan Suku Baduy dengan Dayak Kanayatn


Suku Baduy dikenal  dengan gaya hidup tradisionalnya. Mereka juga dikenal dengan mempertahankan kepercayaan dan adat istiadatnya.  Mereka ketat  dengan segala peraturan untuk  menjaga diri dari pengaruh dunia luar. Mereka juga mengolah dan  mempertahankan hutannya. 

Bagaimana dengan suku Dayak Kanayatn yang ada di Kalimantan Barat khususnya yang ada di Kabupaten Landak, Mempawah dan Bengkayang? Jika ditarik era tahun tujuhpuluhan  atau era delapan  puluhan,  kurang lebih sama dengan suku Baduy. Bedanya suku Baduy begitu tertutup dan ketat dalam memproteksi diri, sedangkan suku Dayak Kanayatn terlalu terbuka. Sekalipun demikian masih  ada kesamaan. 

Beberapa kesamaan akan dibahas pada bagian ini. Juga pada edisi berikutnya.  Pertama dalam hal  peralatan yang digunakan sehari-hari. Ada beberapa alat yang persis sama. Kedua ritual adat. Ketiga berladang. Dan masih banyak kesamaan lainnya. 

Peralatan yang digunakan untuk  pegupas kulit padi, namanya lesung. Lesung  dibuat oleh suku Baduy   dari batang kayu yang panjang. Lesung yang sudah jadi  bentuknya memancang.  Lengkap dengan penumbuknya yang dalam bahasa Dayak Kanayatn disebut alu. 

Biasanya padi dimasukkan di lobang lesung lalu ditumbuk. Penumbukkan dapat dilakukan sendiri dapat juga  dilakukan oleh beberapa orang. Kemudian hasil tumbukan di tampi. Nama alatnya dalam bahasa Dayak Kanayat "nyiro". Suku Badui juga menggunakan "nyiro" untuk memisahkan kulit padi dengan beras. Suku Badui juga menggunakan alat yang dalam bahasa Dayak Kanayat dinamai  "pangayak". Pangayak ini digunakan untuk memisahkan beras dengan padi yang belum terkelupas kulit luarnya. 

Selain lesung, nyiro dan dako. Masih ada lagi yaitu tempat untuk menyimpan padi yang dipanen. Namanya "Dango".  Suku Badui dan suku Dayak Kanayatn membuat Dango  disamping rumah atau tidak jauh dari rumah. Dalam pengamatan penulis. Dibawah Dango ada alat untuk baraan atau pedupaan. Alat ini oleh suku  Dayak Kanayat untuk "basau".  Selain ada tempat baraan, juga ada beberapa jenis denaunan yang terikat dan diikat didinding dango. Memori penulis kembali diera tahun '70 an dan menjelang akhir '80 an. 
Team  juga melihat pukat. Pukat tergantung dengan baik disamping rumah. Pukat ini digunakan untuk menagkap ikan di sungai atau di danau. Pukat terbuat dari benang pancing berwarna putih. Ada yang menyebut pukat ini dengan sebutan jala karena ada pemberatnya. Saat mencari ikan dengan pukat biasanya mereka membawa alat yang dalam bahasa Dayak Kanayatn disebut dengan "Cangkek". Cangkek terbuat dari bambu yang dianyam oleh tangan terampil. Bentuknya pun sama dengan  yang dipunya oleh suku Dayak. 
Selain pukat. Peralatan yang sama-sama ada dikedua suku ini adalah "Bubu". Bubu  digunalan untuk menangkap ikan. Dipasang di sungai yang kadang arahnya menghadap ke hilir atau ke hulu sungai. Dibiarkan untuk beberapa hari lamanya. Diawasi juga secara berjarak untuk melihat ikan yang terjebak di dalam. 
Kesamaan alat yang digunakan ini menarik untuk disoroti. Mengingat kedua suku ini berbeda jarak yang dipisahkan oleh laut dan provinsi. Suku Dayak Kanayat ada di Kalimantan Barat sedangan suku Baduy ada di  pegunungan di daerah Banten. Sekalipun demikian kesamaan peralatan yang digunakan perlu mendapat perhatian untuk menambah pengetahuan. 
 Ritual-ritual dari sku Badui juga ada kemiripan atau kesamaannya dengan suku Dayak Kanayatn. 

Namun yang tidak kalah penting nanti akan diturunkan berita tentang bagaimana mereka menjaga hutan. Ini yang tidak sama dengan suku Dayak Kanayat. Anda penasaran. Sabar.





 
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url