Saat Suku Bangsa Dayak Beragama
Beragama bagi bangsa Indonesia adalah hal yang hakiki. Maka di tanda Kartu Penduduk(KTP) ada kolom agama. Kolom itu wajib di isi. Kalau mau jujur ini lebih ke alasan politis, mengingat beragama atau tidak beragama itu adalah hak asasi manusia.
Bagaimana dengan suku bangsa Dayak. Suku bangsa Dayak sebelum memeluk Islam, Kristen, Khatolik,Hindu dan Budha Pada umumnya memeluk Kaharingan.
Kaharingan adalah agama tradisional suku bangsa Dayak. Agama asli dari Dayak yang mempersembahkan penghormatan kepada roh, alam, leluhur, dan unsur-unsur alam lainnya.
Kepercayaan Kaharingan mengakui keberadaan Tuhan yang Maha Esa, serta percaya pada kekuatan spiritual yang ada di alam semesta. Dalam kaharingan ada praktik keagamaan yang meliputi ritual, upacara, dan tata cara yang berpusat pada hubungan yang harmonis. Hubungan antara manusia dan alam.
Seiring berjalannya waktu maka manusia Dayak menjadi penganut agama tertentu. Jumlahnya pun semakin hari semakin besar. Ada yang beragama Islam, Khatolik maupun Kristen.
Ada hal yang menarik dan layak untuk didalami yakni saat suku bangsa Dayak memeluk salah satu agama. Prihatin dan miris.
Saat memeluk salah satu agama dengan meninggalkan agama yang lama/kepercayaan kemudian ada dianataranya yang sangat anti dengan adat atau tradisi Dayak. Segala hal yang berbau adat dan tradisi, dengan mudahnya dibumihanguskan. Penulis ingat saat perintis gereja datang ke kampung tempat kami bermukim, maka segala hal yang sianggap bertentangan di matanya disembunyikan. Sebab jika terlihat diminta untuk diturunkan dan dibakar.
Padahal di sana ada simbol, ornamen dan karya seni Dayak yang bernilai tinggi. Akibat mengmbil sikap yang demikian tidak sedikit akhirnya punah dan tidak dapat di selamatkan lagi. Semua dianggap berhala dan dikaitkan dengan Setan dan dosa.
Bagi suku bangsa Dayak yang masih mempertahankan adat dan tradisi langsung dihakimi oleh mereka yang " taat" beragama. Karena terus dihakimi selain mereka ikut menghakimi , mereka menjadi anti terhadap agama. Ujung-ujungnya saling menghakimi dan berjarak.
Dayak yang sudah beragama Kristen dianggap membuang adat dan tradisi. Dianggap bukan Dayak lagi. Bahkan dianggap tidak beradat. Seharusnya tidak demikian.
Kajian terhadap adat dan tradisi serta tafsiran ayat-ayat suci harus didalami. Pemuka agama khususnya bagi rohaniawan Dayak Kristen tidak serta- merta membawa semangat badan misi dari Amerika yang main sikat main babat. Tetapi tidak juga kompromi terhadap yang dianggap bertentangan.
Harus diakui setiap adat dan tradisi di dunia ada yang bersentuhan dengan setan dan dosa. Tetapi jawabannya tidak semua. Jika paham dan memahami maka teologi kontekstual adalah jalannya. Bahkan akan menjadi jembatan yang baik untuk menjembatani agama Kristen(yang dibawa oleh badan misi Amerika) dengan Adat dan tradisi Dayak. Inkulturasi maupun alkulturasi akan menjadi diksi kata yang membumi di tanah Borneo.
Selain yang telah dipaparkan diatas antara Dayak yang beragama Kristen dengan adat dan tradisi Dayak, masih ada study kasus lain lagi yakni masalah "perpindahan" suku.
Khususnya di Kalimantan Barat. Berbeda dengan yang di Kalimantan Tengah dan Kalimantan lainnya. Saat mereka memeluk agama tertentu sebut saja Islam karena pernikahan dan alasan lain sebagainya maka hilang kesukuannya.
Ada suku bangsa Dayak yang tidak mau lagi mengaku atau menyebut diri dan anaknya sebagai suku bangsa Dayak. Pada umumnya mereka menyebut diri mereka sebagai suku Melayu.
Kalau pun ada dengan tetap mengaku sebagai suku bangsa Dayak itu karena pendidikannya sudah tinggi dan memiliki pergaulan yang sudah luas. Sangat disayangkan mereka yang mengaku dan menyebut dirinya bukan lagi suku bangsa Dayak karena memeluk agama Islam. Mereka kehilangan identitasnya. Maka perlu diajungi jempol Dayak yang berani mengakui ke-Dayakannya. Penulis mengacungi jempol kepada Bapak Martin di Tanjung Priok,Bapak Gito di Tangerang dan Bapak Ahmad Taufik di Jakarta Barat dan Ibu Arpina di Tangerang
Tidak dengan suku bangsa Dayak yang menghilangakan kesukuannya. Meeeka harus belajar dengan suku lain semisal Madura , Jawa, Batak dan Papua. Mereka tidak kehilangan kesukuannya sekalipun sudah beragama Islam.
Dayak cerdas akan bangga menyebut dirinya sebagai orang Dayak sekalipun sudah beragama Islam. Berani mengatakan:" Saya Islam 100%, saya Dayak 100%". Ingat suku bangsa Dayak adalah suku bangsa yang memiliki harkat dan martabat sama seperti suku yang lainnya.
Intinya adalah agama seharusnya tidak dipertentangkan dengan adat dan tradisi atau sebaliknya. Agama juga tidak menghilangkan kesukuan. Justru melalui agama, harkat dan martabat suku bangsa semakin terangkat. Beragama seharusnya membawa ke ranah yang lebih baik seperti menguatkan identitas.
Penulis prihatin dengan suku bangsa Dayak yang menganggap dirinya sudah " menggapai" surga. Denga anti terhadap adat dan tradisi Dayak. Prihatin karena beragama kemudian tidak lagi menyebut dan mengaku dirinya sebagai Suku bangsa Dayak. Ingat genetika atau Darah Dayak tetap akan mengalir dalam diri kita. Pertahankan adat dan tradisi dengan memuliakan Allah. Jalani ajaran agama tanpa membuat perpecahan.