Kembali lagi ke Senayan
Genap dua puluh enam tahun yang lalu penulis menginjakkan kaki di halaman kantor wakil rakyat yang terhormat. Waktu itu usia masih muda. Bergabung dengan mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di Jakarta. Tidak ada yang memberi komando. Semua bergabung dengan tujuan yang sama membawa Indonesia ke arah Reformasi.
Beberapa hari sebelumnya mahasiswa Trisakti meregang nyawa. Ditembak oleh kumpulan orang bersenjata diatas jembatan layang- Grogol, tidak jauh dari kampus tersebut.
Di kepala penulis waktu itu kampus yang begitu keras bersuara adalah kampus Trisakti, kampus UKI, kampus UI, kampus Atmajaya lalu diikuti kampus-kampus yang lainnya.
Tidak tahu alasannya sehingga mahasiswa Trisakti yang disasar. Akibat penembakan tersebut memicu seluruh kampus turun ke jalan. Merangsek menuju gedung tempat wakil rakyat memikirkan eksistensi negara ini.
Gedung Yang Merakyat
Penulis ingat gedung tersebut belum berpagar tinggi apalagi dengan kawat berduri. Lapangannya luas. Ada mimbar bebas di gelar di halamannya. Di mimbar bebas itulah penulis mengenal Adnan Buyung Nasution, Amin Rais, Ali Sadikin dan beberapa tokoh lainnya.
Entah dari mana datangnya air minum dan nasi kotak tersedia untuk seluruh mahasiswa yang ikut berdemo. Tidak ada yang kehausan apalagi kelaparan. Penulis dan beberapa rekan seperti Obet Tamin(sekarang di Malawi-Kalbar), Edipianus (sekarang mengembalakan di sebuah gereja di Kupang-NTT), Ade Budiman (kehilangan jejak). Ikut menikmati nasi kotak, mengatur barisan supaya tertib. Penulis juga menjadi saksi mata saat mahasiswa diperhadapkan dengan masyarakat yang kebanyakan Ibu-Ibu dan anak-anak yang tiba-tiba datang dari arah depan gedung . Belakangan baru tahu itu yang dinamakan Pamswakarsa.
Di tengah-tengah berdemo masih sempat-sempatnya mengambil gambar hingga naik ke atas kubah. Waktu itu Obed Tamin sebagai juru kamera karena bekerja di Fuji Studio Mangga Besar. Kuliah nyambi bekerja. Maka kameranya bukan kamera abal-abal.
Marinir sahabat Mahasiswa
Kegiatan di area Senayan berhenti setelah pasukan Marinir memberikan pengumuman untuk mengosongkan area Senayan. Mereka begitu bersahabat dengan mahasiswa. Jika tidak segera meninggalkan area tidak akan dijamin keamanannya. Mahasiswa pun bergegas pergi.
Kini penulis datang lagi ke lokasi ini, tetapi dengan tujuan yang berbeda. Bertemu dengan salah seorang wakil rakyat yang sedang bersidang untuk kepentingan rakyat khususnya dengan kementerian pertanian. Dulu menggunakan baju kaos sementara yang lain memakai pakaian almamaternya. Sekarang datang dengan pakaian batik. Kalau dulu sesuka hati minta dijepret. Kini mulai memilih area yang enak dipandang dan cukup dengan handphone.
Prosedur Ketat
Untuk masuk penulis berada di Visitor Management System. Tamu harus menyebut nama anggota DPR-RI yang akan dikunjungi. Menyerahkan KTP. Pihak admin menghubungi sekretariat di dalam gedung, pihak admin mengisi lembaran yang ada. Lalu diberikan name tag untuk dikenakan sebagai tamu. Sebelum bertemu dengan anggota DPRRI yang akan ditemui. Tamu harus melewati beberapa detektor. Penulis menyebut penjagaan yang superketat. Ternyata tidak mudah dan tidak sembarangan untuk berjumpa dengan orang yang berkantor di Senayan sekalipun mereka wakil rakyat. Sangat wajar mengingat di Senayan inilah eksis tidaknya bangsa dan negara Indonesia ini.
Sementara menunggu rapat usai, penulis bersama Jurnalis Detik Borneo bernama Lawadi Nusah berkeliling dan mengambil gambar. Sempat berada di area pameran UMKM dan ada panggung besar dari partai Nasdem. Saat jeda rapat (kurang lebih tiga puluh menit), kami pun ditemui oleh sosok yang kami tuju. Terjadilah perbincangan yang hangat di meja makan dari salah satu stand UMKM. Perbincangan yang menuntut keseriusan untuk segera di tindaklanjuti bagi peradaban suku bangsa Dayak seantero Kalimantan.
Mengingat waktu jedah terbatas maka kami segera berpisah. Wakil rakyat yang kami temui kembali ke ruang sidang. Momen menuju ruang sidang penulis gunakan untuk menyerahkan sebuah novel yang ditulis oleh penulis dengan berbahasa daerah khususnya Dayak Kanayatn. Saat bersidang lanjutan sebelum pulang, kami mengikuti sidang di bagian atas. Melihat wakil rakyat bersidang dengan menteri pertanian sebelum memasuki masa reses.
Harapan saat Meninggalkan Senayan
Penulis akhirnya meninggalkan gedung kumpulan orang terhormat di negeri yang bernama Indonesia. Berharap siapapun seusai pemilu yang berkantor di Senayan adalah orang-orang yang tidak saja cerdas tetapi juga berintegritas untuk eksistensi dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Di gedung yang berada di Senayan inilah boleh dikata menentukan segala-galanya.
Kiranya tidak ada lagi mahasiswa yang mandi di kolam halaman depan. Tidak ada lagi pembagian nasi kotak. Tidak ada lagi mimbar bebas. Tidak ada lagi mahaswa di perhadapkan dengan Ibu-Ibu dan anak-anak seperti dua puluh enam tahun yang lalu.
Berharap semua yang berkantor di Senayan memiliki hati, mata dan telinga untuk rakyat. Penulis berharap rakyat dengan wakilnya tidak berjarak. Tembok dan jeruji besi kiranya suatu saat diratakan.