Nama Dagangan Mie, Sama Dengan Nama Pemiliknya
Pak Kumis panggilannya. Sosok bertanah kelahiran Wonogiri-Jawa Tengah ini memang berkumis. Kumisnya tidak tebal tetapi kantongnya tebal. Bagaimana bisa berkantong tebal? Sabar. Ikuti saja ceritanya.
Ia dulu suka berpetualang. Dari Wonogiri ke Bayuwangi, kemudian ke Lampung dan beberapa daerah lainnya sebelum menetap di Jakarta. Pernah mendaftar menjadi tentara, entah kenapa memilih ke jalur lain.
Selama berpetualang ia bercerita menjadi kuli bangunan dan beberapa profesi lainnya. Termasuk menjadi Karyawan mie yang bertempat di depan sekolah Santo Leo sebelum menjadi pemiliknya.
Mie Kumis yang berada di depan sekolah Santo Leo, Taman Sari-Jakarta Barat ini sudah ada sejak lama. Namun tidak seterkenal sekarang ini. Dulu pak Kumis menjadi karyawannya sekarang menjadi Pemiliknya. Pemilik awal adalah saudara sepupunya. Dulu tidak tahu apa nama mie ini. Sejak di pegang Pak Kumis namanya pun berganti menjadi Mie Pak Kumis sesuai panggilan pemiliknya. Ia menekuni mie ini sejak tahun 2000.
Seiring waktu, pelanggannya semakin bertambah. Apalagi sekarang ini eranya media sosial. Mereka yang punya konten kreator tanpa dibayar memberikan liputannya karena rasa mienya hauce. Apalagi yang meliput adalah youtuber dan selegram. Sudah pasti ada pengaruhnya. Cari saja liputan tentang Mie Kumis di depan sekolah Santo Leo di You tube dan Instagram, maka akan muncul tayangannya.
Pemilik Mie Kumis ini orangnya ramah. Tanpa di sengaja penulis bertemu di salah satu bengkel motor di kawasan Mangga Besar. Tanpa saling mengenal namun pembicaraan mengalir begitu saja.
Bukannya betkantong tebal, mengapa kesehariannya memakai alat transportasi motor roda dua? Pemilik mie Kumis ini bukan berarti tidak sanggup membeli mobil tetapi dari pembicaraan ada banyak pertimbangan. Biaya perawatan, pajak, bahan bakar dan lain sebagainya untuk mobil cukup tinggi. Ditambah lagi menurutnya belum menjadi kebutuhannya. Kalau gaya-gayaan katanya sangat dimungkinkan.
Ia fokus kepada biaya anaknya yang sedang kuliah dan sekolah. Saat pulang lebaran tidak kurang dua puluh jutaan ia rogoh dari kantongnya untuk merental mobil. Baginya uang sebesar itu bukan masalah, dibandingkan kalau memiliki mobil pribadi.
Kini karyawannya ada empat orang. Dibayar sesuai hari kerja. Maksudnya dibayar harian. Bayarannya cukup menjanjikan dengan nilai rupiah yang disebutkan. Bekerja dari 06.30- 11.00 WIB.
Harga perporsinya terjangkau. Sebanding dengan citra rasa yang dirasakan. Apalagi kuahnya. Untuk kuah jangan ditanya, demikian pendapat para pelanggannya. Setiap hari mie yang terjual lebih dari tiga puluh kilo. Pedagang mie tahu cara menghitungnya. Tidak heran sekarang ini kantong Pak Kumis mengalahkan ketebalan kumisnya.
Apa rahasia berdagangnya saat berhadapan dengan para pelanggan? Pertama keramahan. Keramahan kepada pelanggan adalah hal yang utama. Kedua kejujuran. Ketiga tidak main perasaan. Artinya omongan para pelanggan yang suka bercanda diabaikan. Tidak dimasukkan dalam hati.
Saat ditanya bagaimana prospek jika membuka dagangan mie ? Pak Kumis memberikan jawaban yang cukup singkat. Jika tiga bulan modal tidak kembali jangan dilanjutkan. Harus cari lokasi baru. Contohnya Ia kini susah membuka cabang baru di daerah Jakarta Selatan. Sekarang sudah menjanjikan. Padahal baru sebulan. Perhari rata-rata sepuluh kilo terjual.
Ditanya lebih lanjut kira-kira berapa modal yang diperlukan jika tidak menyewa tempat dagangan? Jawabannya juga singkat sekitar lima jutaan sudah cukup. Bagaimana dengan kompetiter? Jawabnya:" Berkat datang dari atas, Tuhan yang Maha Esa sudah menyediakan berkat kepada masing-masing orang.
Bahkan saat ditanya tentang kantongnya yang semakin tebal apa yang ia dilakukan. Katanya harus berhati-hati. Harus punya perhitungan, jika tidak uang yang banyak akan membahayakan. Harus punya kemampuan menguasai diri. Ia ingat pesan orang tua jaman dulu:" Uang sama dengan setan jika sudah dikantong". Sangat bijak. Pantas orangnya sangat sederhana. Ternyata punya falsafah hidup yang jelas.
Sebelum berpisah penulis katakan sekali waktu akan mampir ke dagangannya. Jawabnya:" Ditunggu". Pertemuan yang tidak disengaja ternyata membuahkan sebuah ceritera yang menginspirasi. Semoga laris terus mie Pak Kumis. Dagangan mie yang sama dengan nama pemiliknya