DAD Jakarta, Telah Melakukan Pemanggilan kepada Dewa Datu Panglima
Baru-baru ini ada " panglima Kijang" yang disikapi pro kontra di media sosial. Berkaitan dengan video yang beredar yakni dengan duduk dilantai dan dilempar dengan botol air.
Atas kejadian itu ada yang pro ada yang kontra. Bagi yang pro kepada panglima Kijang, mereka berkomentar marah. Seorang panglima tidak seharusnya diperlakukan seperti itu. Apalagi masih memakai atribut Dayak. Suku bangsa Dayak merasa terhinakan. Demikian yang penulis amati di beberapa media sosial.
Bagi kelompok yang kontra dengan panglima Kijang, ada yang senang. Alasannya karena yang bersangkutan tidak layak diberikan gelar "panglima". Untuk panglima ada ritualnya. Ada kriterianya. Ada kelebihan secara spritualnya. Kalau diberi gelar kelompok Dayak mana yang mengangkatnya? Apakah mereka yang memberi gelar itu asli suku bangsa Dayak? Lalu kalau asli semudah itukah orang mendapatkan gelar panglima? Apalagi yang bersangkutan juga bukan orang Dayak. Demikian alasannya.
Lalu siapa yang salah? Tidak ada yang perlu dipersalahkan. Yang diperlukan adalah bagaimana mengambil sikap sebelum segala sesuatu terjadi. Bentuk antisipasi itu perlu. Itulah yang dilakukan oleh Dewan Adat Dayak(DAD) DKI Jakarta.
Salut dengan sikap yang diambil oleh Dewan Adat Dayak (DAD) Jakarta. Beberapa kejadian mereka sikapi dengan bijak. Mulai dari kasus penghinaan terhadap masyarakat Dayak, pembunuhan sampai kepada penyalahgunaan simbol, atribut, salam Dayak, dan pengobatan ala Dayak.
DAD Jakarta tidak mau semua menjadi liar yang merugikan Suku bangsa Dayak pada masa yang akan datang.
Bertempat di kantor MADN/DAD Jakarta yang beralamat di Jl.Musi 14A Rt 12/02 Cideng, kecamatan Gambir Jakarta Pusat, pada hari Rabu, 1 Mei 2024 telah diadakan pertemuan dengan pengurus "Dewa Datuk panglima". Mereka hadir delapan orang mewakili badan pengurusnya.
Dewa Datu panglima jauh lebih terhormat. Mereka sangat menghargai dan menghormati pemanggilan itu. Mereka mau memenuhi pemanggilan yang dilakukan oleh DAD Jakarta atas apa yang terjadi selama ini.
Perkumpulan Dewa Datu panglima ternyata bukan berasal dari suku bangsa Dayak. Hanya asalnya saja dari Kalbar. Namun dalam banyak kegiatannya yang diadakan selalu "berbau Dayak" sehingga orang luar melihatnya sebagai orang Dayak.
Dalam pertemuan dengan Dewa Datu panglima telah ada titik temu. Ada surat pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh perwakilan dari Dewa Datu. Rustono mewakili perkumpulan tersebut hingga h meminta maaf yang sebesar-besarnya sebagaimana yang dimuat oleh Detikborneonews.
Apa yang dilakukan oleh DAD Jakarta menunjukan bahwa peran dan fungsinya begitu nyata. Demikian kiranya juga bagi DAD di setiap provinsi yang ada di seluruh tanah Kalimantan. Berani menyikapi dan bersikap demi menjaga marwah suku bangsa Dayak. Paling tidak menertibkan pemberian gelar "Pangkalima atau panglima" bukan kepada orang yang tepat. Demikian juga untuk yang lainnya. Orang dengan mudahnya memanfaatkan apa yang ada pada diri suku bangsa Dayak.
Apalagi untuk sekarang ini hal-hal pengobatan atau apalah namanya yang berkaitan dengan suku bangsa Dayak langsung dipercaya. Diterima dan dianggap "sesuatu" padahal otak atau bahkan pelakunya adalah Dayak kawe.
Maju terus DAD Jakarta dalam berbuat dan bersikap. Masih banyak PR yang harus dikerjakan. Sebagai warga Dayak diaspora yang ada di Jabodetabek sudah selayaknya memberikan apresiasi. Ada inisatif dan antisipatif DAD DKI Jakarta yang terdiri dari Tamunan Kiting(Ketua DAD Jakarta) Lawadi Nusah( Sekum DAD Jakarta), Jailim (Timanggong DAD DKI Jakarta , pengamanan DAD Jakarta yang diwakili oleh Husen. Perwakilan dari media Rudito.