Air Mata Sang Gembala- Polemik Keuangan Gereja
Boksu Nugroho menatap tajam kepada bendahara gereja. Setiap akan mengeksekusi program gereja harus di goyang lebih dulu. Bendaharanya tidak mudah mengeluarkan uang untuk sebuah program. Yang dikedepankan adalah berhemat karena uang kas adalah uang jemaat.
Memang sejak dipegang oleh bendahara Susanto keuangan gereja tiga tahun terakhir ini cukup menjanjikan. Semua dana operasional tercukupi bahkan saldonya terus membengkak. Namun kalau sudah menyangkut uang keluar begitu kerat. Boksu Nugroho sudah tidak dapat membedakan antara ketat dengan berhemat. Ia sempat berpikir salah orang atau salah memilih managemen. Sebaiknya sebagai aliran kharismatik keuangan gereja dipegang oleh istrinya. Paling tidak perpuluhan jemaat tidak diserahkan kepada bendahara gereja. Kini tidak ubahnya boksu Nugroho bagaikan karyawan dari gereja yang dirintisnya. Mengingat tidak mudahnya mengeluarkan uang dari kas gereja Nugroho tidak jarang menggunakan uangnya sendiri. Bahkan untuk pembelian tanah gereja uang dari Kas gereja tidak keluar sama sekali. Ia menjual tanahnya yang di Gubeng dan dibelikan tanah untuk gereja. Itu awal mula keributan dengan istrinya.
"Pa hebat nian papa uang dari penjualan tanah, Papa beli untuk tanah gereja. Sertifikatnya atas nama gereja lagi, enak nian gereja tidak mengeluarkan uangnya" Demikian pernyataan istrinya atas pembelian tanah gereja.
"Ya sudahlah ma, jangan dipersoalkan. Tanah digubeng itu dulu kita beli dengan harga murah. Toh masih ada untuk kita. Kita mendidik jemaat supaya belajar memberi. Mama tahu sendiri menyangkut nilai yang besar mana mau bendahara gereja segera membayar pembelian tanah sedangkan waktu yang diberikan oleh pemilik tanah sisa seminggu lagi. Kita tidak usah hitung-hitungan ma, itu semua milik Tuhan. Kita mati juga tidak membawa apa-apa" Kata boksu Nugroho.
Dengar ya Pa, jangan menyesal dikemudian hari. Lihat saja nanti apa papa terus akan melayani. Ingat kita sudah banyak berkorban. Sejak perintisan Papa memberikan uang transport kepada pembicara dari uang pribadi. Jangan mentang-mentang bisnis papa akan baik-baik saja. Coba nanti kalau kita susah apa gereja mau bantu kita? Berapa banyak pendeta dihari tuanya akhir susah. Tidak dipedulikan oleh gereja" Bantah istrinya lagi.
"Ya mama papa tahu itu. Tetapi selagi kita masih bisa berbuat apa salahnya. Kalau pun nanti kita tidak pelayanan lagi dan tidak diingat lagi oleh gereja, Tuhan tetap mengingat kita" Jawab Nugroho.
"Papa selalu memberikan bantahan dengan bahasa-bahasa rohani. Mending nanti buat rapat majelis ganti bendahara itu, kita yang langsung kelola keuangan. Lihat Boksu Suteja. Keuangan dipegang dan atas nama istrinya. Asetnya berjibun. Dan semua dipilah-pilah. Mana asetnya mana aset gereja itu jelas.
Jangan juga seperti boksu Aseng. Diam-diam aset gereja dikangkanginya. Semua atas namanya dan atas nama anak-anaknya.
Mending kita ke aliran protestan saja sekalian kita digaji, daripada sekarang papa mengeluh dan keluhan papa ke saya. Sering menombok padahal gereja ada uangnya" Kata istrinya kesal.
" Mama ngomong apa, kalau saya mengeluh ke mama wajar saja karena istri saya. Kalau pun sekarang keuangan gereja dipersulit tidak masalah selagi kita mampu" Kata boksu Nugroho.
Tiga bulan sejak pembelian tanah untuk bangunan gereja, bendaharanya mati tabrakan. Ternyata keuangan gereja dipakai oleh bendahara tersebut. Dan uang yang ada di kas gereja ternyata tidak banyak. Bendahara gereja diam-diam menggunakan uang gereja untuk bisnis perumahan.
Boksu Nugroho pusing bukan main. Ia baru dapat memahami kisah dari Yudas Iskariot yang menyoroti perempuan yang menumpahkan minyak narwastu murni dimana Yudas tidak tahunya suka menggunakan uang kas untuk kepentingan pribadi.