Serunya berkunjung ke Perkampungan Baduy





Berangkat dari St. Angke transit di St. Tanah Abang menuju St. Rangkas Bitung. Keluar dari st.Rangkas Bitung menuju Terminal. Dari terminal Rangkas Bitung menghabiskan waktu kurang lebih 2 jam ke terminal Cijahe. Setelah beristirahat dengan makan dan minum di area terminal Cijahe  kami menuju kampung Cikertawarna yang di pandu oleh Eman. Eman anak dari Jarok Nalim.

Sepanjang perjalanan kami disuguhi pemandangan yang menarik. Selain melihat kebun warga juga melewati perkampungan penduduk Baduy luar. Sekalipun  berjalan kaki terasa dekat. Padahal perjalanan satu jam lebih. Kunjungan ke kampung Cikertawarna kali ini merupakan kunjungan yang kedua kali.  Kalau sebelumnya dengan team FDKJ yakni Gregorius Leo Oendoen, Jailim, Yosef, Salawin, Ne' Daniang, dan Anyan. Kali ini penulis berangkat bertiga saja. 





Daya Tarik ke Baduy

Apa yang menjadi daya tarik penulis datang lagi ke Baduy? Tentu saja banyak daya tarik dan  alasannya. Tidak sekedar berwisata. Dari kunjungan ini penulis akan turunkan hasil liputan yang ada. 

Sekedar informasi tambahan, kunjungan yang pertama kami datang tidak lewat jalur kereta api. Melainkan dengan mobil. Berangkat dari Jakarta pukul  23.00 WIB ,  menuju pintu keluar tol Rangkas Bitung. Mengingat supir tidak mengenali karakter jalan, beberapa kali mobil terhenti bahkan mundur karena tanjakan. Tiba di terminal sekitar pukul 05.00 WIB. Beristirahat dengan makan dan minum menunggu penjemputan di salah satu warung.  

Dari terminal Cijahe team  melewati  tiga jembatan bambu. Jembatan pertama  merupakan batas Baduy. Boleh dikata ini adalah pos  wajib  melapor dengan menyerahkan KTP. Tentu saja memakai KTP yang sudah terbiasa berkunjung yakni KTP  Anyan.  Kemudian jembatan kedua masih di Baduy luar. Kemudian kita melewati jembatan bambu yang ketiga merupakan batas Baduy dalam dan Baduy luar. 



Beberapa orang di antara kami membeli tongkat untuk menjaga keseimbangan. 

Setiba di kampung Cikertawarna, kami di sambut oleh Jarok Nalim. Beliau menyediakan gula aren Baduy  untuk disuguhkan kepada kami. 


Keseruan di kampung Cikartawarna

Di antara team akhirnya ada yang mencari ulat sagu. Ulat sagu dapat ditemukan di pohon sagu yang sudah mulai melapuk.  Ada yang berbaring di barak (Surung).  Keseruan berikutnya makan ulat sagu mentah . Dilanjutkan makan malam bersama. Lauknya ayam dimasak dalam bambu oleh Ne' Daniang. Dengan makan bersama di selembar daun pisang. Ayamnya dipotong di Baduy luar.  Keseruan berlanjut saat mandi. Tidak sekedar mandi melainkan buang air besar berjejer dari hulu ke hilir. Bahkan saat mandi ada yang dilepas semuanya alias "badoga". Itu keseruan saat kunjungan yang pertama. 


Apakah kunjungan yang kedua ini penuh keseruan juga? Tentu saja.  Apalagi saat kunjungan yang pertama ada hal yang perlu didalami dalam hal kesamaan dan perbedaan antara Dayak Kanayatn dengan suku Baduy. Hal inilah yang akan diturunkan  dalam beberapa tulisan di Pelita Mentonyek secara runut. Tujuannya untuk menambah referensi pengetahuan bagi pembaca yang tidak berkesempatan datang ke perkampungan Baduy baik di  Cikesik, Cibeo maupun di Cikartawarna.



Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url