Air Mata Sang Gembala- Mencari Naungan

Situasi benar-benar sulit. Kekosongan pemerintahan sangat terasa. Jepang menyerah kalah. Namun peralihan kekuasaan perlu diawasi. Ingris yang dipercaya oleh sekutunya memulihkan situasi ternyata berpihak dengan Belanda. Belanda ingin kembali berkuasa. Sementara proklamasi kemenerdekaan gaungnya sudah terdengar ke seantero Surabaya. 

" Ini beberapa gram emas, hanya ini yang saya punya. Gunakan ini untuk perjuangan kita" Kata Nugroho dengan menyodorkan emas yang dibungkus kain merah kepada orang yang dititipkan kunci rumahnya. 

" Terima kasih Mas Nugroho atas partisipasinya. Ini lebih dari cukup.  Ini sangat berguna bagi perjuangan kita"  Emas yang terbungkus kain merah itu diterimanya dengan senang hati di saksikan oleh belasan pemuda lengkap dengan senjata milik jepang. 

Nugroho setelah itu hanya mendengar bahwa  pertempuran dengan Inggris dan Belanda pasti terjadi. Apapun yang terjadi penduduk Surabaya harus bahu- membahu  mengadakan perlawanan.

 Arek-arek Suroboyo siap berjuang sekalipun nyawa menjadi taruhannya. Inggris yang dipimpin Jendral  Sir Philip Christian menyakini proses transisi  penyerahan pasti berlangsung dengan baik. Ternyata tidak demikian. Seluruh penduduk surabya bergerak bersama. Termasuk warga gereja. Dari tahun 1945 hingga menjelang tahun 1949 tidak sedikit nyawa melayang baik. 

Selama masa suram tersebut Nugroho tetap berfokus kepadw Tuhan. Ia pagi-pagi sekali sudah berdoa memobon keselamatan keluarganya dan warga Surabaya. 
Bagi Nugroho hanya Tuhan yang sanggup mengubahkan yang tidak mungkin menjadi mungkin.

Sejak tahun 1950 hingga awal tahun  enampuluhan Nugroho kembali berbisnis. Ia mendapatkan beberapa proyek dari pemerintah RI. Diantaranya proyek irigasi, pembangunan jembatan, perkantoran dan sekolah. 

Nugroho pun telah kembali membuka persekutuan tidak jauh dari tempat tinggalnya. Namun ia belum juga bergabung denga  salah satu sinode. Sekalipun demikian diwilayahnya cukup dikenal.

Sekali waktu Nugroho menghadiri pertemuan pemimpin-pemimpin gereja. Betapa hatinya terhibur ternyata banyak juga. Mereka berdiskusi dalam banyak hal. Diskusi yang tidak dilupan adalah diskusi arah gerejanya akan dibawa kemana. Beraliran protestan atau kharismatik. Kedua lawan bicaranya dari kedua aliran tersebut dan kedua-duanya menawarkan diri supaya Nugroho nantinya tidak dianggap liar.  

Ternyata kesulitan menentukan bergabung ke gereja Protestan atau kharismatik sama sulitnya bergabung dengan pro kemerdekaan atau tidak.  

Sepulang dari pertemuan antar pemimpin gereja lokal hatinya bukan sejahtera melainkan galau. Masih mengiang-ngiang ditelinganya "jangan sampai gerejanya dianggap liar baik oleh masyarakat  maupun oleh pemerintah.

(Bersambung)
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url